Oleh : Putri Aisyiyah Rachma Dewi,
M.Med.Kom dan Aulia
Abstrak
Dalam usaha pemberantasan korupsi,
peran media sangat signifikan, terutama dalam pengungkapan lebih lanjut
kasus-kasus korupsi dan penyadaran kepada masyarakat akan buruknya korupsi.
Korupsi jelas tidak mengenal jenis kelamin. Laki-laki maupun perempuan bisa
terlibat korupsi sejauh ada aksesnya dan juga tipisnya tanggung jawab dan
komitmen. Kendati demikian, karena sifat ideologisnya, media juga berperan
besar dalam pengkonstruksian apa, bagaimana, dan siapakah pelaku korupsi?
Riset ini menelaah bagaimana
koruptor perempuan diberitakan dalam media massa
di Indonesia ,
khususnya media online. Media online menjadi perhatian peneliti sebab
karakteristik informasi media online yang timeless, sehingga, bagaimana
cara mengemas berita dan alur cerita yang disusun dari awal pemberitaan hingga
berita terbaru menjadi rujukan publik dalam memahami kasus korupsi.
Melalui ‘analisis bingkai media’
terungkap citra perempuan koruptor ditampilkan dan apa bedanya secara umum
dengan koruptor laki-laki. Analisis bingkai ini juga diperkaya dengan sebuah perspektif
yang tepat untuk tujuan riset ini sendiri, yaitu perspektif gender. Koruptor
yang diangkat dalam penelitian ini adalah Malinda Dee dalam kasus penggelapan
uang nasabah Citibank, Angelina Sondakh dalam kasus Wisma Atlet, dan Nunun
Nurbaeti dalam cek pemilihan Gubernur Bank Indonesia.
Bingkai maskulin yang digunakan oleh
media kontradiktif dengan semangat pemberantasan korupsi, sebab ketika koruptor
berjenis kelamin perempuan, media kemudian tidak lagi membahas substansi
masalah tetapi berfokus pada sosok keperempuannya saja. Yang dilupakan oleh
media bahwa korupsi adalah tindakan sistematis yang lebih kompleks daripada
sekadar persoalan gaya
hidup perempuan koruptor belaka.