Putri Aisyiyah Rachma Dewi
STIKOSA, Surabaya
Abstrak
Pada
11 Oktober 2011 terjadi pembakaran Musholla Padepokan Den Bagus yang berada di
tengah-tengah masyarakat Tengger. Hampir seluruh pemberitaan melihat bahwa
satu-satunya persoalan yang hadir dalam peristiwa ini adalah “pembakaran tempat
agama”, dan ini adalah masuk pada ranah penyerangan terhadap agama dan kelompok
tertentu. Tentu saja pembakaran mushala itu adalah suatu tindak penodaan dan
sekaligus kriminal yang tidak bisa ditolerir. Kendati demikian, penulis melihat
bahwa pemberitaan media massa mengenai peristiwa tersebut sangat bersifat
permukaan dan terhenti pada peristiwa itu sendiri.
Tanpa
bermaksud membenarkan aksi pembakaran itu, tampak di sana ada problem yang
lebih mendalam berkaitan dengan eksistensi masyarakat Tengger sebagai
masyarakat adat (indigenous peoples). Sebagaimana umumnya masyarakat adat,
orang-orang Tengger juga merupakan minoritas baik dari segi jumlah nominal
penduduknya maupun dari segi kebudayaannya. Kehidupan mereka pada dasarnya
selalu di bawah ancaman kalangan mayoritas: mayoritas budaya, ekonomi, politik
maupun agama.
Studi
ini ingin menelusuri bagaimana citra masyarakat Tengger ditampilkan ke dunia
luar. Pembacaan terhadap pemberitaan peristiwa pembakaran mushala Padepokan Den
Bagus ini menjadi penting karena ia menunjukkan dengan baik bagaimana
perspektif modernitas mempengaruhi dan membentuk kalangan media dalam memandang
masyarakat Tengger. Pembacaan
pemberitaan ini juga dengan baik bisa menunjukkan bagaimana praktik-praktik
pembangunan, kekuasaan, dan pembentukan identitas (budaya maupun agama) telah
mengancam eksistensi masyarakat Tengger, dan bukan tidak mungkin, di masa depan
akan menghancurkan.